Senin, 11 Februari 2008

Ketika Cikgu Menuntut Keadilan

Ketidakadilan yang dirasakan oleh para guru agama akhir-akhir ini mulai memuncak. Terutama di Riau, Para guru yang lebih dikenal sebagai guru dengan NIP 15 secara terbuka mulai memperlihatkan kekecewaannya terhadap pemerintah daerah. Kekecewaan mereka pada dasarnya dipicu oleh rasa ketidakadilan perhatian pemerintah daerah terhadap kesejahteraannya.
_________________________________________

INPONDASI - Cik gu yang mengajar mata pelajaran agama ini menilai beban tugas yang mereka lakukan selama ini tidak berbeda dengan apa yang dilakukan oleh guru mata studi lainnya. Sementara perlakukan yang mereka peroleh berbeda dengan guru lainnya. Terutama dalam hal tunjang kesejahteraan di berikan daerah kepada mereka.
Di Pekanbaru misalnya, para guru agama ini te telah dua kali melakukan aksi untuk menuntut perlakuan sama Pemerintah Kota Pekanbaru terhadap mereka. Setelah merasa aksi mereka yang pertama tanggal 30 januari lalu kurang mendapat tanggapan, tanggal 5 Februari 2008 untuk kedua kalinya mereka meninggalkan kewajiban mengajar dalam rangka mendatangi Walikota Pekanbaru Herman Abdullah untuk menuntut tunjangan mereka disamakan dengan guru umum atau guru NIP 13.
Sebagaimana aksi unjuk rasa sebelumnya, para guru agama tersebut tetap datang membawa protes diskriminasi Pemko Pekanbaru terhadap mereka. Mereka merasa diperlakukan tidak adil karena hanya menerima tunjangan Rp 750 ribu sebulan, sementaa para guru umum mendapatkan Rp 1,5 juta.
Aksi hari ini merupakan kelanjutan dari aksi pada 30 Januari silam, di mana pada aksi tersebut para guru NIP 15 belum mendapat jawaban pasti dari tuntutan yang mereka sampaikan.
Pada saat aksinya, Guru Madrasah Model (percontohan) Pekanbaru, Kuncoro Hadi,menyatakan Kendati gaji guru agama dari pusat sementara guru sekolah umum gajinya daerah, namun menurutnya antara guru madrasah dengan guru umum sama saja. Karena mereka sama-sama mengajar dan mendidik putra Riau.
“Tunjangan kami dibedakan sekali dengan guru sekolah umum. Kami setiap bulannya hanya menerima Rp 600 ribu rupiah. Sementara guru sekolah umum tunjangannya mencapai Rp 1,8 juta setiap bulannya. Padahal yang diajar oleh guru madrasah ataupun guru sekolah umum sama-sama anak Riau,” ungkapnya.
Menurutnya, mengapa Pekanbaru tidak mencontoh Kuansing atau Kampar yang sudah menyamakan tunjangan antara guru madrasah dengan guru sekolah umum. Padahal itu adalah prinsip keadilan bagi kaum pengajar.
Untuk itu, tambahnya, kami akan terus menuntut jika tuntutan kami tidak dipenuhi oleh walikota Pekanbaru. Karena yang kami tuntut ini merupakan hak. Dalam Permendagri nomor 59/2007 juga dinyatakan bahwa hak antara guru madrasah dengan guru sekolah umum sama. Kenapa kami dianaktirikan. “Kami sama-sama mencerdaskan anak bangsa,” ujar Korlap Aprial Lubis. Yel-yel pun mereka teriakkan termasuk ucapan “Allahu Akbar” berulang kali.
Sementara itu, Assisten II Kastalani Rahman menyatakan hanya menerima aspirasi Guru NIP 15. Nantinya aspirasi tersebut akan disampaikan kepada walikota. “Keputusan tergantung walikota,” ujarnya singkat
Kakanwil Depag RIau, Abdul Gafar Usman saat dikonfirmasi IN Pondasi mengungkapkan bahwa selama ini peran guru di sekolah agama tidak kalah dibandingkan dengan para guru di sekolah umum. Namun di sisi kesejahteraan, peran guru sekolah agama justru tidak terperhatikan.
“Kita meminta pemerintah kabupaten/kota untuk dapat lebih memperhatikan para guru di sekolah agama. Karena bagaimanapun juga, para guru di sekolah agama juga berperan dalam mencetak kualitas SDM siswa. Sama halnya dengan para guru yang mengajar di sekolah umum,” terangnya.
Untuk itu, Abdul Gafar menyatakan bahwa pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota. Koordinasi dimaksudkan agar para guru agama yang mengajar di kabupaten/kota juga mendapatkan perhatian dari pemerintah. Terutama dalam hal peningkatan kesejahteraan.
Katanya, upaya koordinasi yang dilakukan Kanwil Depag Riau ke sejumlah pemerintah kabupaten/kota di Riau bertujuan agar para guru di sekolah agama lebih fokus dalam memberikan pengajaran-pengajaran kepada para siswa.(zulfilmani)

Guru Agama Dianaktirikan

IN PONDASI - Kening Dra. Hamidah tampak berkerut tatkala membaca koran harian terbitan lokal. Mata karyawati salah satu perusahaan di Kota Pekanbaru itu tertuju pada berita tentang aksi demo yang digelar ratusan guru agama di bawah naungan Departemen Agama. Mereka menuntut perhatian yang sama dari pemerintah daerah.
Hatinya sangat terenyuh. Betapa tidak, aspirasi yang disampaikan pekan lalu itu seakan merupakan cerminan suara hati ribuan guru agama yang tersebar di seluruh kabupaten/kota yang ada di Riau. Mereka merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah daerah. Ketidakadilan yang dirasakan para guru agama di Pekanbaru itu karena mereka menilai pemerintah kota bersikap diskriminatif dalam memberikan uang tunjangan, bila dibandingkan dengan guru pegawai negeri umum bernomor NIP 13.
Para guru agama yang tergabung dalam Forum Silaturrahmi Guru NIP 15 itu merasa terabaikan karena hanya mendapat uang tunjangan transportasi sebesar Rp750 ribu tiap bulannya, sementra guru umum mendapat uang tunjangan sebesar Rp1,5 juta, terdiri dari uang transportasi sebesar Rp750 ribu plus uang tunjangan kesejahteraan sebesar Rp750 ribu. Begitu pula berbagai perhatian lainnya dari pemerintah kota yang dirasakan masih kurang dibanding dengan guru umum.
Yang lebih membuat miris hati Hamidah terutama mengenang guru honor agama di berbagai Madrasah Diniah Awaliyah (MDA) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI). Sepengetahuannya, ratusan dan bahkan ribuan guru honor agama yang tersebar di seluruh wilayah Riau ini tercuaikan. Beda dengan guru honor umum yang diangkat sebagai guru bantu oleh pemerintah provinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota. “Sebenarnya hal ini tak boleh terjadi,” gumamnya.
Kenyataannya memang tidak bisa dinafikan bahwa perhatian pemerintah daerah jauh lebih baik diberikan kepada guru umum ketimbang guru agama. Seakan mereka dianaktirikan. Padahal, mereka sama-sama mengabdi untuk memajukan anak bangsa melalui ilmu pengetahuan. Dimana ilmu pengetahuan yang dapat memberikan pencerahan bagi masa depan bangsa.
Afrizal, salah seorang guru agama di Pekanbaru, berpendapat bahwa guru agama dan guru umum merupakan dua potensi yang tidak dapat dipisahkan dalam memajukan masyarakat. Karena itu, dia sangat berharap agar pemerintah daerah juga tidak bersikap diskriminatif dalam memberikan perhatian untuk meningkatkan kesejahteraan dan penigkatan sumber daya para guru agama.
Guru agama negeri NIP 15 saja merasa dianaktirikan. Bagaimana pula yang terjadi pada nasib guru agama honorer yang mengabdi di MDA atau MI yang tersebar di seluruh kabupaten/kota se-Riau. Dimana MDA atau MI ini merupakan sekolah agama setingkat Sekolah Dasar (SD), yang memang sudah mulai terlupakan oleh pengambil kebijakan. Terlupan dalam berbagai hal, seperti kesejahteraan gurunya, pembangunan infrastrukturnya, dan juga operasional madrasahnya.
Guru honor sekolah umum mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah daerah. Pemerintah provinsi mengangkat guru bantu, begitu pula dengan masing-masing pemerintah kabupaten/kota. Sementara guru agama yang mengabdi di madrasah-madrasah masih tercuaikan. Mereka sebagian besar hanya mendapat honor dari masing-masing madrasah.
Memang ada beberapa daerah kabupaten yang memberikan bantuan tunjangan, itupun tidak memadai. Sebagaimana yang diberikan Pemko Pekanbaru terhadap 1.200 guru MDA sebesar Rp350 ribu sebulan. Jumlah itu masih sangat jauh dari harapan karena masih jauh untuk memenuhi kebutuhan hidup. Masih jauh dari pendapatan guru tidak tetap (GTT), yang mendapat penghasilan sampai Rp1,5 juta sebulan. Kabarnya untuk tahun ini, honor GTT yang diangkat Pemko Pekanbaru ini juga bakal dinaikkan.
Bahkan, di beberapa daerah lainnya lebih memprihatinkan. Sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Kampar. Perhatian Pemkab terhadap guru agama honorer di MDA tidak seindah julukannya sebagai negeri serambi mekah. Guru agama MDA tidak menjadi perhatian berarti bagi pejabat negeri ini. Pemkab dan DPRD-nya belum mau membuat kebijakan mengalokasikan anggaran di APBD untuk mengangkat guru agama sebagai honorer daerah, sebagaimana yang telah diaspirasikan guru-guru agama ini tahun lalu.
Akibatnya, kebanyakan MDA di Kabupaten Kampar hidup ibarat kerakab tumbuh di atas batu. Honor gurunya hanya mengharapkan iuran murid madrasah ditambah bantuan sukarela warga. Dari iuran yang dapat dikumpulkan itu jelas tidak mampu memenuhi kebutuhan guru honornya dari kelas satu hingga kelas enam.
Sebagaimana yang dialami MDA Muhammadiyah Dusun Sungai Betung, Desa Pulau Jambu, Kecamatan Bangkinang Barat. Dengan uang Rp10.000 dari iuran murid yang hanya mencapai 80 orang itu, maupun ditambah bantuan sukarela warga tiap bulannya, maka honor yang diterima guru MDA tidaklah memadai. Pihak MDA hanya mampu membayar honor guru sebesar Rp200 ribu saja sebulan.
“Dulu MDA kita ini ada satu orang guru negerinya, tapi sekarang tidak ada lagi karena sudah pensiun. Kini, yang ada semuanya guru honor, yang mendapat gaji sekitar Rp200 ribu sebulan. Kalaulah bukan karena kesadaran akan tanggung jawab pendidikan agama bagi anak-anak di kampung kita ini, mungkin tak ada yang sanggup mengajar,” kata Zulkarnain, salah seorang pengurus MDA Muhammadiyah Dusun Sungai Betung, Desa Pulau Jambu, Kecamatan Bangkinang Barat.
Zul sangat berharap kepada Pemprov Riau dan pemkab/pemko untuk memberikan perhatian serius terhadap pendidikan agama bagi anak-anak, dengan jalan mengangkat guru bantu provinsi dan guru bantu kabupaten/kota untuk guru agama, yang mengabdi di madrasah-madrasah.
Sebab, keberadaan madrasah merupakan modal dasar untuk membentuk masyarakat yang bermoral. Apalagi, seperti Kabupaten Kampar yang mengklaim diri sebagai negeri serambi mekah.
Harapan itu merupakan harapan banyak warga masyarakat Riau yang memang peduli terhadap pengetahuan agama sebagai bekal untuk menjadi rambu-rambu dalam melaksanakan aktifitas hidup bermasyarakat, maupun hidup bernegara, sehingga akan terciptalah keteraturan hidup. Tanpa bekal agama, diyakini manusia benar-benar bakal menjadi homo homonilupus: manusia menjadi serigala bagi manusia yang lainnya.
Namun, akankan tuntutan para guru agama di Riau untuk mendapatkan kesetaraan kesejahteraan dengan guru umun bisa diwujudkan. Tentu jawabannya berpulang pada kita semua, seluruh pengambil kebijakan yang ada di negeri lancang kuning ini.
Karena bagaimanapun kurangnya tingkat kesejahteraan para pendidik moral bagi anak negeri ini tentu akan berimbas pada kinerjanya. Dan semoga kita semua terenyuh atas ketidak adilan yang dialami para guru agama ini. (yus)

Ketika Uang Kesejahteraan Dibedakan

INPONDASI - Sejak diberlakukannya otonomi daerah dan undang-undang tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah yang baru, cukup banyak hal-hal yang mendasar terjadi di daerah. Salah satu manfaat yang paling dirasakan daerah dari pemberlakukan otonomi daerah tersebut adalah keleluasaan daerah dalam mengelola keuangannya.
Sebagai provinsi yang kaya akan sumber daya alamnya, manfaat financial sangat dirasakan oleh Riau. Sejak diberlakukannya otonomi daerah Provinsi Riau tumbuh menjadi salah satu daerah yang memiliki kemampuan keuangan terkuat di Indonesia. Kabupaten/kota yang sebelumnya hanya memiliki kemampuan keuangan tidak lebih ratusan miliar rupiah, terus berkembang hingga angka 12 digit. Kondisi ini berdampak positif terhadap pergerakan roda perekonomian kesejahteraan masyarakatnya.
Salah satu sektor yang menuai manfaat ini adalah pendidikan. Sejak diberlakukannya era otonomi daerah terjadi banyak perubabahan dalam dunia pendidikan di daerah. Diantaranya adalah diberlakukannya program-program pendidikan gratis bagi masyarakat, meningkatnya kesejahteraan tenaga pendidik dengan adanya berbagai macam tunjangan kesejahteraan yang dianggarkan oleh daerah dan berbagai kemudahan-kemudahan lainnya. Meskipun masih terdapat berbagai kekurangan di sana-sini, namun kita tidak bisa menutup mata bahwa perubahan itu telah terjadi.
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan mendasar masyarakat yang mau tidak mau harus dipenuhi. Dan pendidikan sangat diperlukan untuk mempersiapkan generasi-generasi handal yang akan meneruskan keberadaan bangsa ini di masa mendatang. Tanpa pendidikan yang baik, mustahil suatu bangsa untuk dapat bersaing ditengah pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi saat ini.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam rangka mendongkrak mutu pendidikan adalah dengan meningkatkan kesejahteraan tenaga pendidik dalam hal ini dalah guru. Kualitas bangsa ini mustahil di tingkatkan jika kesejahteraan guru sebagai ujung tombak pendidikan terabaikan. Atas dasar pemikiran inilah, secara bertahap pemerintah pusat hingga ke daerah mencoba meningkatkan anggaran pendidikan.
Khususnya di Riau, sesuai dengan kemampuan keuangannya masing-masing, seluruh kabupaten/kota di Riau telah menganggarkan dana untuk kesejahteraan guru. Meskipun niat baik ini telah dilaksanakan, samun sayangnya, dalam hal pemberian tunjangan ini masih terdapat unsur dikriminasi. Tunjangan yang diterima guru bidang studi umum lebih besar dari yang diterima oleh para guru agama.
Oleh karena guru agama berada di bawah naungan Departemen Agama, maka pemerintah daerah merasa tidak begitu berkewajiban menganggarkan dana kesejahteraan bagi guru agama ini. Meski demikian sebagain besar pemerintah kabupaten/kota tetap menyisihkan anggarannya untuk dana kesejahteraan guru agama tersebut. Namun nilainya berbeda dengan yang diperoleh guru bidang studi lainnya yang nota bene berada di bawah naungan pemerintah daerah. Perbedaan ini ternyata tidak bisa diterima oleh para guru agama. Mereka merasa beban tugas yang dilakoni sama dengan guru bidang studi lainnya, mengapa justru hak yang mereka peroleh dibedakan.**

Ketika Uang Kesejahteraan Dibedakan

INPONDASI - Sejak diberlakukannya otonomi daerah dan undang-undang tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah yang baru, cukup banyak hal-hal yang mendasar terjadi di daerah. Salah satu manfaat yang paling dirasakan daerah dari pemberlakukan otonomi daerah tersebut adalah keleluasaan daerah dalam mengelola keuangannya. Sebagai provinsi yang kaya akan sumber daya alamnya, manfaat financial sangat dirasakan oleh Riau. Sejak diberlakukannya otonomi daerah Provinsi Riau tumbuh menjadi salah satu daerah yang memiliki kemampuan keuangan terkuat di Indonesia. Kabupaten/kota yang sebelumnya hanya memiliki kemampuan keuangan tidak lebih ratusan miliar rupiah, terus berkembang hingga angka 12 digit. Kondisi ini berdampak positif terhadap pergerakan roda perekonomian kesejahteraan masyarakatnya. Salah satu sektor yang menuai manfaat ini adalah pendidikan. Sejak diberlakukannya era otonomi daerah terjadi banyak perubabahan dalam dunia pendidikan di daerah. Diantaranya adalah diberlakukannya program-program pendidikan gratis bagi masyarakat, meningkatnya kesejahteraan tenaga pendidik dengan adanya berbagai macam tunjangan kesejahteraan yang dianggarkan oleh daerah dan berbagai kemudahan-kemudahan lainnya. Meskipun masih terdapat berbagai kekurangan di sana-sini, namun kita tidak bisa menutup mata bahwa perubahan itu telah terjadi. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan mendasar masyarakat yang mau tidak mau harus dipenuhi. Dan pendidikan sangat diperlukan untuk mempersiapkan generasi-generasi handal yang akan meneruskan keberadaan bangsa ini di masa mendatang. Tanpa pendidikan yang baik, mustahil suatu bangsa untuk dapat bersaing ditengah pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi saat ini. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam rangka mendongkrak mutu pendidikan adalah dengan meningkatkan kesejahteraan tenaga pendidik dalam hal ini dalah guru. Kualitas bangsa ini mustahil di tingkatkan jika kesejahteraan guru sebagai ujung tombak pendidikan terabaikan. Atas dasar pemikiran inilah, secara bertahap pemerintah pusat hingga ke daerah mencoba meningkatkan anggaran pendidikan. Khususnya di Riau, sesuai dengan kemampuan keuangannya masing-masing, seluruh kabupaten/kota di Riau telah menganggarkan dana untuk kesejahteraan guru. Meskipun niat baik ini telah dilaksanakan, samun sayangnya, dalam hal pemberian tunjangan ini masih terdapat unsur dikriminasi. Tunjangan yang diterima guru bidang studi umum lebih besar dari yang diterima oleh para guru agama. Oleh karena guru agama berada di bawah naungan Departemen Agama, maka pemerintah daerah merasa tidak begitu berkewajiban menganggarkan dana kesejahteraan bagi guru agama ini. Meski demikian sebagain besar pemerintah kabupaten/kota tetap menyisihkan anggarannya untuk dana kesejahteraan guru agama tersebut. Namun nilainya berbeda dengan yang diperoleh guru bidang studi lainnya yang nota bene berada di bawah naungan pemerintah daerah. Perbedaan ini ternyata tidak bisa diterima oleh para guru agama. Mereka merasa beban tugas yang dilakoni sama dengan guru bidang studi lainnya, mengapa justru hak yang mereka peroleh dibedakan.**

Rabu, 06 Februari 2008

Tahun Baru Imlek Dengan Mitos dan Ritual di Dalamnya


Tahun Baru Imlek 2559 tahun ini tiba di tanggal 7 Februari 2008. Hari raya ini merupakan hari pertama dalam bulan pertama dari sistem kalender yang dipakai oleh orang Tionghoa. Imlek merupakan sistem kalender lunisolar yaitu gabungan dari sistem kalender bulan dan kalender matahari. Tahun Baru Imlek dikenal juga sebagai Tahun Baru China dan Festival Musim Semi (Chun jie). Perayaan tahun baru ini tentunya tidak bisa lepas dari segala mitos dan ritual yang melekat kuat di dalamnya.

Asal Muasal peringatan Tahun Baru Imlek ini pun mempunyai kisah tersendiri. Konon pada dahulu kala pada tepat setiap musim semi tiba di akhir musim dingin masyarakat sering diganggu binatang buas yang bernama Nian. Binatang buas ini datang dari dasar lautan untuk memakan manusia. Masyarakat mengetahui bahwa Nian ini takut akan bunyi yang keras. Karena itu untuk mencegahnya datang, mereka memukul beduk, gong dan membakar bambu yang akan menimbulkan suara ledakan (terakhir ini telah diganti dengan petasan, setelah diketemukannya mesiu pada dinasti Sung). Mulai saat itu setiap akhir musim dingin, masyarakat merayakan tahun baru imlek dengan membakar petasan dan memainkan barongsai untuk mengusir segala yang jahat dan menyambut datangnya musim semi.

Imlek secara tradisi telah diperingati oleh masyarakat Tionghoa seluruh dunia sejak ribuan tahun lalu. Dari buku kuno diketahui Imlek dirayakan di Tiongkok 4699 tahun yang lalu oleh raja pertama Huang Ti. Secara tradisi penyambutan Imlek diisi dengan aktivitas menjadi baru mulai dari mendandani rumah dan dirinya sendiri dengan pakaian dan semangat baru. Yik Nien Fuk Se, Wan Siang Keng Sin artinya datangnya tahun baru mengubah segalanya menjadi baru. Warga Tionghoa kini menghabiskan hari-harinya mempersiapkan Imlek dengan membuat aneka macam kue keranjang atau kue tar, membersihkan rumah dan tempat ibadah serta menyiapkan angpao. Sementara yang laki-laki akan membersihkan pekarangan atau mencat rumah.

Segala rangkaian prosesi perayaan Tahun Baru Imlek ini dimulai dengan suatu ritual yang dinamakan Cap Ji Gwee Jie Shie (tanggal 24 bulan ke-12 Imlek), yang jatuh pada hari Rabu 30 Januari 2008. Ditandai dengan penyalaan puluhan hio (dupa bergagang) berketinggian tiga meter di klenteng-klenteng. Bagi yang tidak mampu membeli itu, pelaksanaan sembahyang cukup dengan hio biasa, lilin kecil, minyak nabati, serta sesaji buah-buahan, kue serba manis, dan pembakaran hu (kertas merang bergambar kuda terbang).

Ritual ini juga sering disebut dengan Shang Sheng. Shang Sheng merupakan salah satu dari rangkaian ritual keagamaan pemeluk agama Khong Hu Cu, meski kemeriahannya tak semencolok pada Malam Tahun Baru Imlek, dan Cap Go Mee atau hari ke-15 Tahun Baru Imlek.

Rangkaian kegiatan menyambut tahun baru Imlek dimulai dengan sembahyang syukuran tutup tahun imlek 2558 atau Sam Sip Pu mulai 6 Februari mulai pagi hingga malam. Acara persembahyangan Tahun Baru sendiri, dimulai menjelang tengah malam hingga besok paginya.

Biasanya pada malam sebelum tahun baru atau Chu Si Ye, seluruh anggota keluarga harus kumpul bersama dan makan Thuan Yen Fan (makan malam sekeluarga). Jika ada keluarga yang tidak sempat atau berhalangan untuk pulang ke rumah, di meja akan disiapkan mangkok dan sepasang sumpit yang mewakili yang tidak sempat datang tadi.

Sayur yang disajikan cukup banyak dan mengandung arti tersendiri, seperti Kiau Choi yang melambangkan panjang umur, ayam rebus yang disajikan utuh melambangkan kemakmuran untuk keluarga. Sedangkan bakso ikan, bakso udang dan bakso daging melambangkan San Yuan atau tiga jabatan yaitu Cuang Yuen, Hue Yuen dan Cie Yuen. Tiga jabatan tersebut adalah jabatan yang sangat dihormati masyarakat Tionghoa pada jaman kekaisaran dahulu.

Juga ada Kiau Se atau pangsit yang bentuknya dibuat mirip dengan uang perak zaman dulu. Menurut kepercayaan, makan Kiau Se akan mendatangkan rejeki. Malahan sesuai tradisi di antara pangsit tersebut salah satunya akan diisi dengan koin. Bagi yang mendapatkan koin tersebut konon akan mendapatkan rejeki besar. Di meja juga disiapkan ikan yang dihias dan akan dimakan. Maknanya yaitu Nien nien yeu yi atau setiap tahun ada lebihnya. Ikan dingkis bertelur yang dikukus merupakan hidangan istimewa sebab diyakini dapat membawa keberuntungan di tahun baru.

Selain sajian-sajian itu yang menjadi tradisi di warga Tionghoa dalam menyambut Imlek adalah dengan menggunakan pakaian tidur berikut pakaian dalam yang masih baru. Maksudnya adalah untuk membuang kesialan tahun lalu. Pada malam tahun baru setelah berdoa dan makan malam, tidur dengan menggunakan pakaian tidur yang baru umumnya berwarna merah.

Pada hari pertama Sin Nien atau tahun baru, pertama yang akan dilakukan adalah sembahyang pada leluhur bagi yang ada altar di rumah. Bagi yang tidak punya altar, akan ke klenteng terdekat untuk sembahyang mengucapkan terima kasih atas lindungan Thien (Tuhan) sepanjang tahun. Setelah itu memberikan hormat kepada kedua orang tuanya, saling mengunjungi sanak keluarga dan kerabat dekat.

Selain itu bagi anak-anak muda mereka akan menyambut tahun baru dengan memasang petasan dan main barongsai yang mengandung arti mengusir segala yang jahat dan menyambut segala yang baik. Banyak pantangan yang tidak dilakukan pada hari tersebut. Seperti tidak menyapu dan tidak membuang sampah yang katanya akan mengusir rejeki keluar rumah. Pantangan lainnya yaitu tidak boleh bertengkar atau mengeluarkan kata-kata fitnah dan tidak boleh memecahkan piring. Namun jika kebetulan secara tidak sengaja ada piring atau mangkok yang pecah, untuk penangkalnya harus cepat-cepat mengucapkan Sue sue Phing an yang artinya setiap tahun tetap selamat.

Pada hari kedua tahun baru adalah saatnya hue niang cia atau pulang ke rumah ibu. Hari ini bagi wanita yang sudah menikah akan pulang ke rumah ibunya dengan membawa Teng Lu yang merupakan bingkisan atau angpao (kantong merah kecil yang berisi uang) untuk ibu dan adik-adiknya. Secara tradisi Angpao atau Hung pau juga diberikan kepada anak-anak dan orang tua. Pada hari ketiga, mereka lebih banyak tinggal di rumah, tidak banyak melakukan perjalanan dan aktivitas.

Pada hari keempat adalah hari menyambut para dewa untuk kembali ke bumi. Konon menurut kepercayaan Dewa Dapur (Co Kun Kong) dan para dewa dari langit akan kembali ke Bumi. Pada hari kedatangan kembali para dewa-dewi itu, khususnya Dewa Dapur, akan disambut bunyi-bunyian antara lain dengan kentongan. Warga Tionghoa biasanya ke klenteng untuk Hi Fuk atau memohon kepada dewa untuk mendapatkan perlindungan dan rejeki. Sesaji yang dibawa biasanya berupa buah-buahan juga ciu cha (arak) dan teh.

Dihitung dari Shang Sheng, rangkaian persembahyangan menjelang dan sesudah Tahun Baru Imlek meliputi 21 hari. Bagi orang yang masih kental merayakannya secara lengkap, tiga pekan itu adalah saat-saat penuh makna bagi perawatan batin. Mereka berdoa, mawas diri, bersedekah, mohon pengampunan, berterima kasih kepada Thien (Tuhan), leluhur, orang tua dan orang-orang yang dituakan, dan mohon pertolongan kepada Tuhan dan para dewa agar sehat, selamat dan sejahtera di tahun yang baru.

Kebiasaan merayakan Imlek memang tidak harus dilakukan dalam pesta atau perayaan yang berlebihan. Yang paling penting adalah pergi ke Vihara, berdoa menghaturkan kasih dan persembahan ke Tuhan dan leluhur. Juga tidak lupa bersedekah. Prinsip di sini yaitu adat dijalankan, soal pesta nomor dua.

Imlek 2559 yang dilambangkan dengan shio Tikus Api justru dikhawatirkan karena kurang membawa keberuntungan. Orang tua mengatakan "tikus panas" kurang baik untuk peluang usaha yang menguntungkan. Karena itu, warga Tionghoa lebih mengutamakan sembahyang bersama keluarga. Terutama kalau masih ada orang tua, berkumpul di rumah orang tua minta maaf dan kemudian bersyukur dengan makan bersama. (kpl/cax)

Sisi Unik Tikus, Aktor di Balik Tahun Baru Imlek


Tahun baru China atau lebih dikenal dengan Imlek jatuh pada Kamis besok (07/02/08), meski menurut penanggalan China tahun baru ini sebenarnya jatuh pada Senin lalu (04/02) tepat jam 7 malam, yang artinya tiga hari lebih cepat dari yang sebelumnya ditetapkan.

Dan di tahun 2559/2008 ini, tikus menjadi lambang shio tahun baru China. Nah, berbicara tentang tikus itu sendiri, bagaimana reaksi Anda pada binatang yang kerap kali dianggap sebagai pengganggu ini?

Beragam pandangan akan dilabelkan untuk binatang yang tenar jadi ikon Disney dengan Mickey Mouse-nya, mulai dari kecerdikannya, kegesitannya, kerakusannya, dan kesukaannya tinggal di tempat kumuh membuat sebagian besar orang jijik dan menganggapnya musuh.

Namun tak begitu halnya dengan para ilmuwan yang menyanjung binatang imut ini, seperti halnya Dr Kristina Kalivoda dari Universitas Texas A&M, yang menyebut tikus sebagai binatang yang sangat pintar, dan bahkan bisa jadi binatang peliharaan yang menyenangkan, seperti dilansir dari Sciencedailiy.com, Rabu (06/02/08).

Ada beberapa fakta unik yang mungkin tak banyak diketahui tentang tikus ini, karena mayoritas orang lebih suka melabeli tikus dengan binatang menjijikkan. Menurut Kalivoda, tikus adalah hewan pintar dan memiliki banyak keunikan, seperti:

- tikus memiliki rentang hidup antara 1-3 tahun

- tikus tidak memiliki kantung empedu

- tikus juga ga bisa muntah

- tikus juga dikenal sebagai binatang yang produktif untuk urusan beranak. Sepanjang hidupnya, mereka bisa beranak 15 ribu ekor dan bisa dibilang tikus betina menghabiskan sepanjang hidupnya hanya untuk hamil dan beranak

- Tikus memiliki gigi yang menakjubkan, tak salah jika tikus dijuluki binatang pengerat bergigi paling tajam

- Tikus juga memiliki beragam warna, ada yang hitam, abu-abu, pirang, perak, dan albino, entah itu yang bertelinga pendek atau panjang

- Tikus paling besar hidup di Afrika, tingginya bisa mencapai 3 kaki (91,44 cm) atau hampir setinggi anjing kecil

- Tikus juga dikenal sebagai perenang tangguh

- Tikus dikenal sebagai binatang ekspresif, yang tertawa atau mencicit saat mereka bingung

- Tikus adalah hewan favorit para ilmuwan sebagai objek penelitian mereka

"Tikus itu binatang yang cerdik dan pintar. Mereka juga memiliki kemampuan menyelesaikan masalah. Jika Anda meletakkannya di dalam sebuah labirin, ia akan menemukan jalan keluarnya dengan cepat. Tikus termasuk hewan sosial dan bisa jadi sangat jinak, dapat dilatih, dan melakukan banyak trik sulit, yang belum tentu bisa dilakukan binatang lain," jelas Kalivoda.

Itu hanya sekilas info biologis tentang tikus, lalu bagaimana pandangan tikus itu sendiri dalam kaca mata astrologi China? Seperti dilansir dari Chiff.com, bagaikan tikus, tahun ini mayoritas orang akan disibukkan dengan tujuan pribadi dan ambisi yang belum tercapai di tahun lalu. Maklum tikus sendiri dianggap sebagai simbol kerja keras dalam astrologi China.

Dan bagi mereka yang lahir di tahun tikus (1912, 1924, 1936, 1948, 1960, 1972, 1984, 1996), tahun tikus ini bisa jadi tahun penuh hoki, entah dalam kehidupan personal maupun profesional, kesempatan bagus terbuka lebar. Meski beberapa kesialan juga mengikuti mereka yang bershio tikus, karena kecenderungan berspekulasi nekat.

Tentu itu hanya sebatas ramalan, yang tak sepenuhnya benar. Namun tak ada salahnya 'beberapa perilaku positif ' tikus, (terutama kecerdikannya dalam menyelesaikan masalah), bisa mengubah cara pandang kita dan menjadi langkah menghadapi tahun tikus kali ini. Selamat Tahun Baru Imlek! Semoga keberuntungan dan sukses menyertai kita! (kpl/rit)

Selasa, 05 Februari 2008

Tradisi Imlek Untuk Semua Agama


Tradisi Imlek hidup sejak sekitar lima abad yang lalu. Tradisi ini sangat erat berkaitan dengan tradisi agraris nenek moyang bangsa Tionghoa yang tinggal di lembah Sungai Huang. Mereka berusaha menyesuaikan diri dengan siklus alam. Ada empat musim yang mereka alami, yaitu musim semi (Chun), musim panas (Xia), musim gugur (Qiou), dan musim dingin (Dong). Dari siklus ini mereka menentukan Chun sebagai yang pertama karena masa itu berkaitan dengan seluruh hidup mereka.
Tanggal 1 bulan 1 Yingli (Imlek) menjadi Tahun Baru. Mereka menyesuaikan semua gerak kehidupan dengan gerak alam raya. Tahun Baru bagi mereka bukan karena kalender lama sudah habis dan harus mulai dengan tanggal 1 Januari, melainkan saat bangkitnya alam dari musim dingin, yaitu datangnya musim semi. Maka, suasana batin pun mengikuti siklus alam. Orang Tionghoa selalu menantikan datangnya musim semi. Musim semi adalah kegembiraan. Ada semacam pergerakan psikologis yang selalu menyertai orang Tionghoa dalam menanti musim semi.
Secara material, yang dipersiapkan untuk mengiringi kegembiraan batin adalah pesta. Warna merah meraja karena dalam mitologi Tionghoa warna itu ditakuti oleh monster Nien yang suka memangsa. Nien juga berarti tahun. Jadi warna merah juga berarti harapan baru. Dalam lingkaran sosial, pesta rakyat selalu mengiring Imlek. Pesta ini berkaitan dengan pernak-pernik pesta: suasana rumah yang bersih, pakaian baru, hidangan lezat, musik dan bebunyian yang hingar-bingar.
Acaranya meliputi sembahyang Imlek, sembahyang kepada Sang Pencipta, dan perayaan Cap Go Meh. Tujuannya, sebagai ungkapan syukur dan doa harapan agar di tahun depan mendapat rejeki lebih banyak, di samping untuk menjamu leluhur dan sebagai sarana silaturahmi dengan kerabat dan tetangga. Karena perayaan Imlek berasal dari kebudayaan petani, segala bentuk persembahannya berupa berbagai jenis makanan.
Menurut Koordinator Masyarakat Pelangi Pencinta Indonesia, Tomy Su (Kompas Edisi Jawa Timur, 8/2/2005), dari sejarahnya Imlek bukan perayaan agama tertentu, melainkan upacara tradisional masyarakat Tionghoa. Di Cina sendiri, Imlek diperingati bersama oleh warga yang beragama Khonghucu, Buddha, Hindu, Katolik, Kristen, dan Islam.
Tetapi khusus bagi penganut Khonghucu dan Buddha, Imlek tetap merupakan perayaan agama. Bagi umat Khonghucu, misalnya, secara khusus Imlek merupakan peringatan tahun kelahiran Sang Nabi (Kongzi atau Konfusius), tokoh yang sarat dengan pesan moral. Konfusius pernah bersabda: “Pakailah penanggalan Dinasti He…” Kitab Sabda Suci (Lun Gi/Lun Yu) jilid XV:11.
Upacara menyambut Tahun Baru Imlek oleh penganut Khonghucu disebut Toapekong, dilakukan pada bulan 12 atau Cap Ji Gwee (bahasa Hokkian)/bulan La (bahasa Mandarin) tanggal 23 atau 24. Kata Toapekong bermakna paman buyut (saudara laki-laki buyut) dengan makna kiasan dewa. Biasanya dewa dianggap orang berusia tua. Toapekong digambarkan sebagai orang yang seusia buyut atau generasi di atasnya. Pada tanggal 23/24 bulan 12, Toapekong yang naik yaitu Dewa Dapur bernama Zao Shen yang merupakan Dewa Penguasa Penentu Kebahagiaan. Di Indonesia, Dewa Dapur disebut juga Cao Kun Kong.
Sementara itu, identifikasi Imlek sebagai hari raya Buddhis dimulai setelah agama Buddha menyebar di Tiongkok pada zaman Dinasti Han (202 sebelum Masehi-221 Masehi) di bawah Raja Han Ming Ti. Pada awalnya, agama Buddha dianut kalangan istana, lalu menyebar ke masyarakat. Rakyat yang sudah menganut agama Buddha masih tetap mempertahankan budaya tradisionalnya, bahkan kadang tercampur dengan kepercayaan kuno seperti Taoisme dan Konfusianisme. Mereka kadang merayakan hari-hari raya agama Buddha bersama perayaan tradisional yang lebih tua, lalu terjadi akulturasi budaya.
Bagi Tionghoa Katolik, Kristen, dan Islam, Imlek jelas bukan merupakan hari keagamaan. Namun, tidak ada salahnya jika pada Tahun Baru Imlek yang merupakan tradisi dari nenek moyang itu, Tionghoa Katolik, Kristen, dan Islam berdoa dan bersyukur pada Sang Khalik (Tuhan Sang Pencipta). Patut dihargai, misalnya, langkah pengurus Masjid Muhammad Cheng Hoo Surabaya yang memberikan izin kepada warga Tionghoa Muslim, baik yang tergabung dalam Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) maupun bukan untuk melakukan perayaan Imlek di Masjid dengan arsitektur Cina itu. Di sejumlah Gereja Katolik Indonesia juga menggelar Misa Imlek bagi Tionghoa yang beragama Katolik.
Berangkat dari fakta di atas semakin jelaslah bahwa tradisi Imlek tidak eksklusif milik satu agama atau golongan tertentu. Dalam Imlek terkandung pesan inklusif yang mencoba menjembatani semua sekat atau perbedaan yang ada. Imlek menjadi hari raya kultural Tionghoa secara umum. Singkatnya, satu Imlek bisa dirayakan oleh semua orang dan semua agama. Karena itu, semua masyarakat Tionghoa, baik yang totok atau peranakan, tidak perlu takut atau ragu lagi untuk secara terbuka merayakan Imlek. Entah Tionghoa penganut Khonghucu, Buddha, Hindu, Katolik, Kristen, dan Islam bisa bersatu dalam satu rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Satu. Segala perbedaan bukan coba dihapus, tetapi diterima dan dihargai keberadaannya, sehingga kehidupan ini pun semakin harmonis. Harmonis bukan berarti hendak menghapus perbedaan tetapi justru dijaga agar perbedaan itu bisa dikelola sehingga menjadi satu lagu merdu. Bukankah sebuah lagu merdu tersusun dari nada-nada yang berbeda? Bukankah sebuah taman indah terdiri dari banyak bunga yang beraneka ragam warnanya?
Keindahan dalam perbedaan itu tidak pernah akan terjadi tanpa ada kebebasan, termasuk kebebasan merayakan Imlek. Kalau kini kita bisa bebas merayakan Imlek, kebebasan itu juga tidak jatuh dari langit. Kita ingat ada yang harus jadi “tumbal” atau “kurban” sehingga kita kini menikmati suasana merdeka dalam mengekspresikan tradisi.
Karena itu, rasanya bijak jika warga Tionghoa merayakan Imlek tetap dengan solider dan berempati dengan saudara sebangsa yang lain. Tanpa solidaritas nyata bagi yang lemah, kemakmuran atau kesejahteraan yang kita nikmati tidak ada artinya. Bahkan tanpa kesediaan berbagi dengan yang lemah dan miskin, iman kepercayaan kita kepada Sang Khalik akan menjadi sia-sia. Mudah-mudahan tradisi Imlek menjadi salah satu “jembatan” untuk menyatukan perbedaan di antara kita.

Oleh: Timo Teweng
Pemerhati masalah sosial dan Pemred Majalah Umat Katolik Jember, tinggal di Jember, Jawa Timur.

Seindah Cinta Ibu....


Bila aku mencintai Ibu, itu semata-mata karena dari rahimnya yang suci aku terlahir. Alasan itu sudah cukup bagiku untuk mencintainya sepenuh jiwa. Jika kemudian cintaku berkembang dan terus bermekaran, itu karena Ibu selalu menitipkan kasihnya padaku tanpa pernah ada keinginan untuk mengambilnya kembali. Sungguh aku merasa mendapat kemuliaan tak terkira berkesempatan menjaga cinta itu agar terus bersemi di bilik hati.
Ibu memang teramat istimewa bagiku. Dia adalah matahari yang tak pernah lelah menghangatkan bumi. Dia juga bulan yang selalu setia memantulkan cahaya cinta sang matahari dalam pekatnya malam. Bahkan Ibu adalah angin pembawa kesejukan bagi nuraniku. Dan adalah Ibu, sosok wanita yang selalu kukagumi sepenuh hati karena ketegaran dan ketulusan cintanya.
“Kamu nggak malu Tres,”

“Malu kenapa,Bu?”

“Kamu nggak malu jalan bareng sama Ibu seperti ini?”
“Bahkan Tresna bangga, Bu,” jawabku sambil membantu Ibu naik ke dalam angkot. Lalu aku duduk di sisinya. Aku merasakan tatapan aneh dari orang-orang yang ada di dalam angkot kepada Ibu. Tapi aku tidak peduli karena aku tahu, ketulusan hati Ibu yang tidak pernah marah sedikit pun kepada orang-orang yang memandangnya aneh, sebelah mata, atau bahkan ngomongin terang-terangan. Jadi aku pun sama sekali tidak merasa terganggu.
“Justru Tresna selalu sangat menginginkan kesempatan seperti ini, Bu, berjalan-jalan berdua dengan Ibu, memperkenalkan Ibu dengan teman-teman Tresna. Hal ini sangat membuat Tresna bahagia,” sambungku kemudian.

Selalu senyuman yang kemudian mengembang di bibir yang legam dan berkerut itu. Dan aku, tidak akan pernah tahan untuk tidak membalasnya dengan ciuman terhangat. Hanya saja sayang, sekarang kami di angkot, tentu saja hal itu tidak aku lakukan.
Bukan salah Allah jika Ibu diciptakan dengan kaki yang begitu ringkih, bengkok dan teramat kecil. Bukan maksud Allah menjadikan Ibu sebagai bahan tertawaan anak-anak kecil karena ia hanya mampu ngesot untuk mencapai suatu tempat.

Yah, Ibu, karena kecacatannya itu, tidak bisa berjalan secara normal.Bukan juga kehendak Ibu bila dalam keadaan seperti ini kami mengalami kehidupan yang sulit. Menjadi pembatik di tempat Ibu Sungkowo adalah cara Ibu untuk mendapatkan penghasilan untuk membesarkan dan menyekolahkanku. Tidak jarang aku juga membantu Ibu membatik, atau ngleraki. Namun sejak aku kuliah di Tata Busana IKIP dan bisa menjahit, aku lebih senang menerima jahitan untuk meringankan beban biaya kuliahku. Sebenarnya aku tidak begitu berminat kuliah karena aku kasihan pada Ibu. Lagipula aku sadar akan kemampuanku yang sedikit di bawah rata-rata. Aku tidak punya banyak waktu untuk belajar, apalagi untuk ikut bimbingan belajar atau les privat seperti teman-teman yang lainnya. Tidak ada uang. Makanya aku cukup nrimo menjadi pembatik seperti Ibu. Tapi Ibu memaksa.
“Ibu ndak pengen melihat kamu tidak punya bekal untuk hidupmu nanti, Nduk. Ibu sudah bekerja keras, siang-malam, agar Ibu bisa nabung untuk biaya kuliahmu. Ibu harus laksanakan amanah almarhum bapakmu untuk membekalimu ilmu.”

“Tapi ilmu kan nggak hanya didapat di bangku kuliah saja tho, Bu.”
“Ibu ngerti. Tapi selagi bisa, berusahalah, Nduk. Ibu ingin agar kerja keras Ibu ini bisa panjang manfaatnya, bukan cuma buat kamu saja, tapi juga buat masyarakat. Paling tidak nanti Ibu bisa menunjukkan sama Gusti Allah bahwa dengan kedua kaki Ibu yang cacat pun Ibu bisa menjaga titipan-Nya dengan baik. Ibu yakin bahwa Gusti Allah tidak main-main menitipkan kamu ke Ibu. Ibu bahagia banget mendapat kepercayaan ini. bahkan Ibu nggak peduli menjadi bahan tertawaan orang-orang sekampung saat hamil kamu. Apalagi ketika hamil dua bulan, bapakmu yang selama ini jadi sandaran hidup Ibu dipundut Gusti Allah, Ibu semakin dilecehkan masyarakat. Tapi Ibu punya keyakinan, sekalipun tanpa bapakmu, Ibu akan bisa menyelesaikan tugas dengan baik. Ibu yakin Gusti Allah nggak pernah salah ketika menetapkan keadaan Ibu seperti ini. Gusti Allah ora sare, dan akan selalu mengawasi Ibu. Makane Nduk, sekarang Ibu harap kamu ambil kesempatan kuliahmu selagi Ibu mampu. Ibu akan terus bantu kamu. Hanya itu yang bisa Ibu lakukan buat kamu.”
Aku menghela napas panjang. Ah, kata-kata bijak yang diucapkan Ibu saat aku lulus SMU, tiga tahun yang lalu itulah yang menjadi pemompa semangatku selama ini. Dan itu terus akan terekam dalam hatiku sampai kapan pun. Dan dengan niat untuk berbakti pada Ibu akhirnya aku ikut UMPTN, dengan pilihan IKIP jurusan Tata Busana. Aku tidak mau berspekulasi mengambil jurusan yang terlalu tinggi. Aku tahu kemampuanku, juga kemampuan keuangan Ibu. Aku tidak ingin membuat Ibu bersedih karena kegagalanku. Aku rela melakukan apa saja untuk Ibu.
Dulu aku berkelahi dengan teman-temanku karena mereka mengejek dan menghina Ibu. Aku bela Ibu habis-habisan, tapi mereka menertawakan Ibu terus-terusan. Perih hatiku saat itu. Dan hanya nasihat Ibulah yang bisa menyembuhkan luka itu.
“Kamu nggak perlu marah pada mereka, Tres. Ibu bisa maklum mengapa mereka mentertawakan Ibu. Lagipula Ibu juga nggak malu. Justru Ibu bangga diciptakan dalam bentuk yang istimewa seperti ini. Setiap saat Ibu bisa tersadarkan akan kebesaran Gusti Allah. Kalau Ibu ikhlas menerimanya, maka Gusti Allah pun akan ikhlas menerima Ibu nanti. Kalau Ibu tersenyum saat menerima ejekan dan hinaan ini, maka Gusti Allah juga akan tersenyum kepada Ibu.”
Aku terdiam sejenak. Ah… Ibu….

Lamunanku dibuyarkan oleh tepukan Ibu. “Kita turun sini aja, Tres. Udah sampai.”

Aku turun duluan untuk membantu Ibu turun dari angkot. Jalan setapak menuju ke pasar yang kami lalui tidak terlalu ramai.

“Kita belanja kain sidomukti dan parangrusak pesenan Bu Padmo dan Bu Singgih dulu. Setelah itu kita nyari bahan baju.”
“Bahan baju buat siapa, Bu?”

“Ya buat kamu. Nanti kamu jahit sendiri, ya. Selama ini kan kamu lebih sering menerima pemberian dari Bu Sungkowo daripada dari ibumu sendiri.”
“Siapa bilang? Pemberian Ibu kepada Tresna nggak bisa dibandingkan dengan pemberian orang lain. Bahkan Ibu terlalu banyak memberi dan berkorban buat Tresna. Dan itu lebih dari cukup bagi Tresna, Bu.”
“Tapi kamu mau kan Ibu belikan bahan ini,” tanya Ibu sambil memilih bahan chiffon warna dasar biru dengan motif kembang-kembang kecil.

Aku mengangguk. Setelah belanjanya selesai, aku dan Ibu memutuskan untuk segera pulang.

Masih di bawah tatapan-tatapan aneh, penasaran dan juga kekaguman, aku dan Ibu terus berjalan berdua beriringan melewati los-los pasar. Namun tiba-tiba dari arah seberang aku mendengar letusan diikuti hiruk-pikuk suara orang-orang berteriak.
“Kebakaran…! Kebakaran…! Lari…!”

Aku panik menghadapi situasi seperti ini. Orang-orang berlarian, berebutan ingin cepat-cepat keluar dari pasar. Aku berpikir bagaimana caranya bisa membawa Ibu keluar dari pasar dengan cepat. Akhirnya aku putuskan untuk menggendong Ibu. Hanya itu cara yang paling memungkinkan yang bisa aku lakukan.
“Bu, Tresna akan menggendong Ibu!”

Dan dalam sekejap Ibu sudah ada di punggungku. Sekuat tenaga aku berlari menghindari kobaran api yang semakin membesar. Namun karena membawa beban berat, lariku tidak bisa cepat. Aku sangat kelelahan, terhimpit dalam desakan massa, aku tidak bisa leluasa bergerak. Tiba-tiba ada seorang laki-laki menabrakku dan aku terjerembab bersama Ibu. Aku berusaha berdiri, tapi tidak bisa. Kulihat Ibu pingsan terinjak-injak orang. Aku menangis, berteriak minta tolong. Namun tak seorang pun peduli. Dan DUARR…! Sebuah ledakan memperbesar kebakaran itu. Api menjilat-jilat di depanku. Hawa panasnya menyapu wajahku. Sekuat tenaga aku berusaha menggapai tubuh ibu. Namun serta merta ada tangan kokoh menyeretku menghindar dari jilatan api. Aku meronta. Yang kumau hanyalah Ibu. Aku berteriak-teriak memanggil-manggil Ibu. Tapi aku tidak melihat bayangannya lagi. Akhirnya aku hanya bisa menangis. Kupandangi jilatan api yang melahap pasar dan isinya. masih banyak orang yang ada di dalam yang tidak sempat menyelamatkan diri. Dan salah satunya adalah ibuku… Aku terisak, tersedu menyadari hal itu.
Hampir satu jam, kebakaran itu baru bisa diatasi. Asap masih mengepul di sebagian sudut pasar. Jerit tangis dan hiruk-pikuk orang berbaur dengan hingar-bingar suara ambulan dan mobil pemadam kebakaran. Pelan aku mulai beranjak dari tempat duduk. Kususut air mata yang sedari tadi menganak sungai di pipi. Aku melangkah terseok-seok menyeruak di antara kerumunan orang yang berusaha mengidentifikasi jenazah sanak saudara mereka. Jejeran tubuh yang sudah gosong itu rata-rata sudah sangat sulit dikenali. Aku sebenarnya agak ngeri. Begitu cepat tragedi itu terjadi di depanku, melenyapkan pasar, memutus keriuhan menjadi jerit tangis, mencabut nyawa-nyawa para pembeli dan penjual tanpa ada tawar-menawar lagi.

Aku amati mereka. Kucari sosok yang berkaki bengkok dan kecil. Aku menahan napas, hatiku berdebar-debar dan jantungku terus berpacu.
Semoga tak kutemukan, batinku. Begitu samapai pada ujung barisan, hatiku terlonjak. Ibu tidak termasuk dalam jajaran korban yang gosong itu. Harapan untuk bisa menemukan Ibu dalam keadaaan selamat kembali muncul.
Gontai langkahku kuseret menuju Rumah Sakit Dharma Pertiwi. Kata petugas kesehatan, korban yang luka dievakuasi ke sana. Jarak rumah sakit yang hanya satu setengah kilometer terasa sangat jauh. Langkahku sebenarnya tersa sangat berat.
Namun aku butuh kepastian tentang orang yang teramat kucintai itu. Orang yang selama ini selalu berhasil memompakan semangatnya kepadaku.

“Korban luka bakar semua sudah dibawa ke bangsal tiga lantai satu, Mbak,” begitu terang perawat yang kutemuai di pintu UGD, sesampaiku di rumah sakit.
“Ada pasien dengan kaki kecil dan bengkok, Suster?”

“Ada, kebetulan tadi saya yang menanganinya. Lukanya sangat parah. Mari saya antar.”

Aku mengikuti langkah perawat yang masih seumuran denganku itu ke bangsal tiga lantai satu. Ternyata di sana sudah penuh dengan orang

“Di sebelah sana, tempat tidur baris ketiga dari jendela.”
“Apakah lukanya sangat parah, Suster?” keheranan aku melihat tubuh Ibu yang sudah dibalut semua dengan perban putih. Semuanya, kecuali lubang hidung.
“Yah… memang sanagt parah.”

”Tapi… masih bisa hidup kan, Suster…?”

Perawat itu mengangguk. Tapi kemungkinan dia akan mengalami cacat di wajah dan gangguan penglihatan.”
“Maksud suster… buta?”

Kembali perawat itu mengangguk. Aku tersedu. Lengkap sudah penderitaanmu, Bu. Puaslah mereka yang ingin mentertawakanmu. Ya Allah… beginikah cara-Mu menyayangi ibuku…? Seandainya penderitaan ini bisa kuganti, bairlah ya Allah, aku yang menanggungnya asal Kau bahagiakan ibuku. Kembali tangisan kepedihan mengguncangku. Hatiku teriris, miris dan perih. Aku tidak akan bisa tahan melihat penderitaan Ibu.
Kutunggui Ibu sepanjang hari ini. Kutatap putih perban yang melilit seluruh wajah dan tubuhnya. Aku ingin jika nanti Ibu siuman ia tahu bahwa putri satu-satunya ada di sisinya. Dalam shalat asharku tadi aku berdoa khusus untuk Ibu. Aku minta agar aku diberi kesempatan untuk membahagiakananya. Aku ingin Ibu melihatku lulus kuliah, memakai toga dan diwisuda. Tiba-tiba aku melihat gerakan lemah pada jemari ibu. Ibu sudah sadar! sorakku dalam hati. Kusentuh jemari Ibu pelan. Kubisikkan kalimat-kalimat penyemangat.

“Ini Tresna, Bu…”
kembali gerakan lemah jemarinya muncul. Hatiku girang. Berulangkali ucapan hamdalah mengalir dari bibirku.
“Ibu ada di rumah sakit. Ibu kena luka bakar dalam kebakaran di pasar tadi pagi. maafkan Tresna yang tidak sempat menyelamatkan Ibu. Semua terjadi begitu cepat…”
Tak ada reaksi. Tapi aku bisa menebak apa yang sedang berkecamuk di hati Ibu. Ibu sedang benar-benar sedih. Kulihat perban penutup matanya basah oleh airmata ibu. Hatiku yang memang sudah runtuh sejak melihat keadaan Ibu, kini makin hancur.
“Ibu jangan menangis…” kuelus lalu kucium jemarinya.”Ibu, Tresna sudah belajar menjadi tegar seperti Ibu. Tresna sudah berusaha untuk tidak menjadi cengeng. Tapi Ibu jangan menangis seperti ini. Kalau ibu menangis… Tresna… hik…hik….
Tangisku benar-benar meledak. Dadaku berguncang menahan kesedihan yang mendera. Kutelungkupkan wajahku pada tempat tidur Ibu. Kenangan-kenangan manis saat bersama-sama Ibu berkelebat memerihkan hatiku. Betapa ingin aku memeluknya.
Akhirnya aku hanya bisa menelumgkupkan wajahku di kasur Ibu. Aku takut membayangkan hidup seorang diri tanpa bimbingan kasih Ibu. Aku tak peduli walau ibuku tidak senormal wanita-wanita lain. Apa pun keadaannya, tak akan ada yang sanggup menggantikannya, cintanya, ketulusannya, nasihat-nasihatnya, juga senyumnya. Di balik ringkih tubuhnya, ibuku adalah seorang wanita yang kuat. Kuat dalam arti yang sebenarnya. Air mata yang tadi kutahan terus berjatuhan satu-satu.
Tiba-tiba sebuah tangan menyentuh bahuku dan sebuah suara memanggil namaku. Suara itu… aku sangat mengenalnya. Perlahan kuangkat wajahku, dan kuperhatikan tubuh berbalut perban putih di depanku. Masih diam.
“Tresna, kenapa kamu menangis di situ, Nduk…? Ibu di sini, Cah Ayu…”

Aku menoleh. Kaget setengah mati. Dis amping kiriku ada sesosok yang sangat kukenal. IBU! Benar dia ibuku. Jadi yang kutunggui dan kutangisi sepanjang hari ini siapa?

“Maaf, Mbak, orang yang terbaring itu bukan ibu Mbak. namanya Fitri, usianya 30 tahun. Dia anak saya,” seorang ibu-ibu setengah baya memahami keterjutanku. Seorang perawat yang tadi mengantarkanku pun mengangguk pelan.

Akhirnya penuh rasa syukur aku menghambur ke pelukan Ibu yang telah hadir di sisiku.

“Bu, Tresna nggak mau ditinggal sendirian. Tresna belum bisa… Tresna terlalu sayang pada Ibu…!”
Aku melanjutkan tangisku yang sudah terlanjur meledak. Ibu menyambutku sambil tersenyum. Ya… senyuman khas Ibu. Senyuman yang tidak dimiliki oleh orang lain…

10 hal yang membuat Anda tidak cocok menjadi Project Manager


Akhir pekan lalu saya mendapati sebuah artikel menarik dari techrepublic.com. Artikel ini ditulis oleh Tom Mochal, salah satu kontributor situs tersebut, dan muatannya adalah tentang tanda-tanda seseorang tidak cocok untuk berperan sebagai Project Manager (PM).

Dia mendaftar 10 hal yang mengindikasikan mengenai ini. Berikut adalah daftarnya beserta sedikit deskripsinya (tidak terurut):

- Komunikator yang buruk

Faktanya bahwa hampir separuh waktu seorang PM dihabiskan untuk aspek komunikasi, termasuk rapat internal tim, penyelesaian dokumen-dokumen project, presentasi progress report ke klien (offline), email, bertelepon, dan berbincang dengan banyak orang. Kabarnya ada studi yang mengatakan lebih ekstrim, bahwa 80% pekerjaan seorang PM dihabiskan untuk perihal komunikasi (baik verbal maupun writing). So, bila kita bukan seseorang yang bisa berkomunikasi dengan efektif dan memang dari sono-nya gak pengen menjadi seperti itu, tidak usah jadi PM.

- Tidak bisa bekerja dengan orang lain

Bila kita lebih suka untuk duduk diam di kantor dan fokus pada pekerjaannya sendiri, Tom Mochal bilang bahwa kita mungkin tidak punya kemampuan berkolaborasi yang disyaratkan untuk menjadi PM yang OK. PM yang baik harus meluangkan sangat banyak waktu dengan klien/stakeholders, dan tim internal.

- Tidak menyukai mengatur orang

Bila Anda ingin jadi PM yang OK, maka Anda harus dapat mengatur orang. Anda harus menunjukkan kepada mereka tentang kepemimpinan Anda, mengatur konflik yang terjadi, dan menjaga persatuan tim. Beberapa PM mungkin berkata bahwa mereka dapat lebih baik dalam melakukan pekerjaan andai saja mereka tidak perlu berurusan dengan orang. Jika itu yang dirasakan, mungkin project management nggak banget deh buat Anda.

- Lebih suka detils

Banyak orang menyukai bekerja dengan detil. Yes, we need that kind of people. Tapi bilamana Anda adalah seorang PM, maka Anda beranjak jauh dari hal itu dan harus lebih menjadi seorang delegator dan koordinator. Mau tidak mau, Anda harus mengandalkan orang lain untuk banyak bekerja dengan detil ketika Anda menjadi PM. Fhew..It is not peace a cake dude!

- Tidak suka mengikuti proses

Kita yakin tidak ada satupun yang suka menjadi budak (hehe) dari sebuah proses. Tapi, Anda jelas membutuhkan proses ketika Anda menangani project yang semakin besar/kompleks. Jika Anda tidak menyukai untuk mengikuti proses project management yang baik, susah untuk mencapai jenjang ini.

- Tidak menyukai dokumentasi/aktivitas mendokumentasikan segala hal

Tom Mochal bilang bahwa syarat ini bukan berarti lalu PM harus mencintai dokumentasi untuk menjadi PM yang OK. Tapi jelas, PM tidak dapat membencinya. Apa sih kegiatan yang tak luput dari proses dokumentasi? project plan, progress report, scope statement, perubahan scope/change request klien, dsb.

- Lebih condong menyukai melakukan eksekusi alih-alih membuat perencanaan

Bila sebuah klien memberikan Anda sebuah project dan hal pertama yang terbayang setelah itu adalah segera mengumpulkan tim untuk langsung bekerja, maka mungkin Anda tidak punya mindset seorang PM. Jika Anda tidak mau untuk meluangkan cukup waktu untuk memahami terlebih dahulu apa yang akan Anda lakukan, mungkin Anda tidak cocok menjadi PM.

- Suka menjadi order-taker

Order taker ini maksudnya adalah request dari klien. Suka menjadi order taker artinya bila diminta sesuatu oleh klien, selalu langsung dieksekusi/diiyakan. Mati wae. PM harus memberikan value pada projectnya, termasuk menolak/mendesak kembali ketika klien meminta hal-hal yang tidak benar/tidak semestinya. Jika yang direquest tersebut keluar dari scope statement, PM harus mengeksekusi proses change management utk scope project tersebut. So, bila reaksinya atas perubahan scope adalah dengan berkata, “Ok Pak, kita akan garap” alih-alih berpikir terlebih dahulu dampaknya atas project secara keseluruhan, pekerjaan ini akan jadi sesuatu yang sangat berat untuk Anda.

- Anda tidak teratur

Orang yang buruk dalam mengorganisasi kehidupan pribadinya (lets say.. belum bisa me-manage diri sendiri), biasanya buruk pula bila menjadi seorang PM. Bagaimana bisa memastikan bahwa tim project sudah melakukan segala hal dengan efisien bilamana dirinya sendiri belum bisa seperti itu? Wew. Dalem Bro!

- Berpikir bahwa project management adalah tambahan beban

Tidak ada orang yang bisa merasa mereka menyukai pekerjaannya bila mereka berpikir bahwa hasil pekerjaannya tidak mendatangkan nilai (for most people lah, at least). PM yang baik memahami nilai dari pekerjaannya, bahwa apa yang dia kerjakan akan menghasilkan sebuah project yang nantinya akan dideliver tepat waktu, tidak over budget, dan semua orang HAPPY (tim internal dan juga klien). So, again, bila kita berpikir bahwa pekerjaan project management ini kok malah menjadikan beban tambahan di kepala dan tidak ada gunanya, mungkin Anda memang bukan orang tepat untuk menjadi seorang PM.

Anyway, buat saya, ini seperti skak mat saja. Bagaimana dengan Anda? Anyway, saya tidak hanya bicara dalam scope memimpin project, tapi dalam segala domain pekerjaan yang sifatnya manajerial. It is not easy to be you, isn’t it..

SYARAT MENJADI PENYIAR RADIO/TV


Di setiap kota besar dan menengah di Indonesia, ada puluhan ribu pelajar
seperti Agil yang ingin menjadi penyiar. Walaupun Agil sendiri tidak menyebutkan
kota dan minat Broadcastingnya (radio? televisi?) namun Dokter akan tetap
membekali Agil dan teman-teman seperjuangan dengan kiat & pengetahuan
yang penting utk diketahui.

Di tahun 80an, banyak radio kawula muda yang sengaja mempekerjakan para
pelajar SMA sebagai penyiar. Para penyiar muda ini malah dianjurkan untuk
tetap memakai seragam putih-abu2nya, agar para pendengar yang kebetulan
datang ke studio bisa melihat sendiri bahwa “radio ini gue banget!”

Di zaman sekarang, remaja punya banyak cara untuk memamerkan siapa
dirinya: warna rambutnya Sunset Red, merek tas sekolahnya Oakley,
handphone-nya Sony Walkman Phone, nongkrongnya di PIM-2, dst. Tetapi
di tahun 80an identitas remaja yang bisa dia tunjukkan pada dunia hanyalah
musik yang dia ketahui dan radio yang dia dengarkan. Dia mutlak tahu
lirik lagu terbaru dari Duran Duran, dan biasanya hafal nama semua penyiar
di radio2 terkondang. Hiburan selain radio dan bioskop? Gajah Mada Plaza,
Ratu Plaza, dan TVRI Programa 2. Anda terbayang sebuah era tanpa
Handphone, Computer, SMS, Friendster, E-mail, apalagi Internet?

Karena itu pula di zaman itu para pelajar malu jika tertangkap basah
mendengarkan radio kakaknya atau radio bapaknya. Semua pelajar saat itu
mengaku pendengar Prambors, dan sampai tahun 90an pun masih banyak
yang mengaku sama meskipun dia juga mendengarkan Hard Rock FM atau
Indika FM. Sedangkan seorang pelajar SMA yang juga bekerja di sebuah
stasiun radio (seperti Fla TOFU di awal karirnya) adalah keistimewaan sekali.

Ini semua Dokter sampaikan agar Anda memahami fungsi dan esensi dari
Broadcasting:
1. Penyiar selalu (tanpa lelah, tanpa henti) berupaya menyengkan Audience-nya.
2. Radio (dan TV) mengudara atas dasar keinginan/pemikiran Audience-nya.
[Sponsor/Klien menjadi penting karena merekalah yang mendanai semuanya]

Dokter juga menceritakan ini untuk menggambarkan bahwa untuk menjadi
Penyiar di era sekarang ini lebih sulit karena Anda harus punya lebih dari
sekedar golden voice; Anda harus punya jiwa entertainer, harus mampu
berekspresi secara flexible, harus terdepan mengikuti segala trend lifestyle
& information, dan harus siap (tanpa cengeng, tanpa mengeluh) untuk tampil
di depan pendengar/penonton manapun untuk memenuhi keinginan Audience
dan klien yang membayar Anda.

Dari sini sebenarnya Anda bisa menarik kesimpulan tentang “Modal apa yang
harus disiapin untuk jadi Penyiar?”

Pertama, kita harus disiplinkan diri agar bisa selalu berusaha menghibur
Audience : jangan berfikir untuk jadi Penyiar jika Anda sulit menepati janji
dengan orang atau sering berganti mood setiap hari. Kalau Anda mengalami
kesulitan untuk mengendalikan ekspresi diri karena mood Anda mudah
berubah-ubah bagaikan cuaca, lebih baik Anda kerja di balik komputer
ketimbang di studio siaran.

Kedua, kita harus in-touch dengan apa yang sedang menjadi pusat perhatian
Audience kita; dengan kata lain, kita harus “gaul” seperti mereka. Kalau ingin
bekerja di radio otomotif, misalnya, biasakanlah diri dengan hobby mobil dan
motor. Jika ingin menjadi pembaca berita di Metro-TV, biasakanlah
mengkonsumsi berita setiap hari.

Ketiga, kita harus terbiasa disuruh-suruh sesuai tuntutan klien atau program.
Dalam prakteknya tuntutan ketiga ini sangat bervariasi, misalnya Anda :
• Diberi jam siaran Minggu pagi, padahal Anda paling susah bangun pagi
• Harus mewawancarai seseorang yang Anda sangat tidak suka
• Dituntut memakai celana pendek saat jadi TV-host, padahal lutut Anda jelek
• Diminta diet drastis karena setelah melahirkan koq terlihat gemuk di kamera
• Dan berbagai contoh yang terlalu banyak untuk disebutkan satu-persatu.

Dengan kata lain, kalau Anda merupakan tipe orang yang cenderung membantah
perintah atau setiap hari masih dibangunkan oleh Mama, maka sebaiknya Anda
kerja di bank saja… atau bikin perusahaan sendiri. Apalagi tugas sebagai
Penyiar menuntut Anda bisa memenuhi keinginan Audience, no matter what
the conditions and no matter who the Audience is.

Itulah tiga prasyarat yang menurut Dokter Penyiar harus dipenuhi sebelum Agil
dan siapa saja ingin mencoba menjadi seorang Penyiar (TV maupun Radio).
Semuanya berasal dari diri sendiri, dan mengingatkan kita bahwa sebelum
Stasiun TV/Radio atau Production House merekrut dan menseleksi Anda untuk
sebuah programnya, pastikanlah bahwa Anda sendiri sudah punya sikap mental
yang benar dan tangguh.

Mumpung Agil ini masih muda, Dokter mengusulkan untuk sekolah dulu untuk
mendapatkan ilmu dan nilai yang baik, karena nanti kalau sudah kuliah bakal
ada banyak kesempatan yang diberikan kepada mahasiswa. Lagipula kalau
nilai SMA-nya bagus khan lebih mudah masuk ke Universitas pilihannya. Oh iya,
perluaslah pergaulan sejak SMA sekaligus untuk melatih kemampuan berinteraksi,
misalnya bicara dengan guru secara sopan & ramah, ngobrol dengan teman secara
gaul dan santai, dsb. Pengalaman dan keterampilan berinteraksi sejak SMA akan
memudahkan Agil mengembangkan kemampuannya sebagai Penyiar kelak.

Sebagaimana dijabarkan dalam pelatihan, keterampilan
di ruang siaran (membaca Teleprompter, penguasaan perangkat siaran) bisa
dipelajari di tempat Anda siaran kelak. Namun Dokter Penyiar mengingatkan
bahwa pembekalan mental juara itulah yang akan membuat Anda siap untuk jadi
seorang Broadcaster; bagaimanapun Audience-nya, bagaimanapun Program-nya,
bagaimanapun Klien-nya, dan bagaimanapun Boss-nya dalam karir Anda kelak.

Senin, 04 Februari 2008

Desain Grafis


Desain grafis adalah suatu bentuk komunikasi visual yang menggunakan teks dan atau gambar untuk menyampaikan informasi atau pesan. Seni desain grafis mencakup kemampuan kognitif dan keterampilan termasuk tipografi, pengolahan gambar, dan page layout. Desainer grafis menata tampilan huruf dan ruang komposisi untuk menciptakan sebuah rancangan yang efektif dan komunikatif. Desain grafis melingkupi segala bidang yang membutuhkan penerjemahan bahasa verbal menjadi perancangan secara visual terhadap teks dan gambar pada berbagai media publikasi guna menyampaikan pesan-pesan kepada komunikan seefektif mungkin.

Desain grafis diterapkan dalam desain komunikasi dan fine art. Seperti jenis komunikasi lainnya, desain grafis dapat merujuk kepada proses pembuatan (mendesain) atau pun produk yang dihasilkan (desain/rancangan). Desain grafis pada awalnya diterapkan untuk media-media statis, seperti buku, majalah, dan brosur. Sebagai tambahan, sejalan dengan perkembangan zaman, desain grafis juga diterapkan dalam media elektronik - yang sering kali disebut sebagai "desain interaktif" (interactive design), atau "desain multimedia" (multimedia design')

PRINSIP DAN UNSUR DESAIN
Unsur dalam desain grafis sama seperti unsur dasar dalam disiplin desain lainnya. Unsur-unsur tersebut (termasuk shape, bentuk (form), tekstur, garis, ruang, dan warna) membentuk prinsip-prinsip dasar desain visual. Prinsip-prinsip tersebut, seperti keseimbangan (balance), ritme (rhythm), tekanan (emphasis), proporsi ("proportion") dan kesatuan (unity), kemudian membentuk aspek struktural komposisi yang lebih luas.

PERALATAN DESAIN GRAFIS
Peralatan yang digunakan oleh desainer grafis adalah akal, mata, tangan, alat-alat tradisional (seperti pensil atau tinta), dan komputer. Sebuah konsep atau ide biasanya tidak dianggap sebagai sebuah desain sebelum direalisasikan atau dinyatakan dalam bentuk visual. Bagaimanapun, alat yang paling penting dan paling diperlukan dalam desain adalah akal. Pikiran yang kritis, observasional, kuantitif, dan analitik juga dibutuhkan untuk merancang dan merealisasikan ide tersebut. Pikiran yang kritis, observasional, kuantitatif dan analitik juga diperlukan untuk mengkomposisi sebuah desain.

Apabila sang pendesain hanya mengikuti sketsa, naskah atau instruksi (yang mungkin disediakan oleh sutradara kreatif) maka tidak bisa disebut sebagai desainer. Mata dan tangan sering dibantu dengan penggunaan alat tradisional atau fitur edit gambar digital. Pemilihan cara mengungkapkan ide yang tepat juga merupakan ketrampilan kunci dalam karya desain grafis, dan merupakan faktor penentu dalam perwujudan visualnya.

Pada pertengahan 1980, kedatangan desktop publishing serta pengenalan sejumlah aplikasi perangkat lunak grafis memperkenalkan satu generasi desainer pada manipulasi image dengan komputer dan penciptaan image 3D yang sebelumnya adalah merupakan kerja yang susah payah. Desain grafis dengan komputer memungkinkan perancang (desainer) untuk melihat efek dari layout atau perubahan tipografi dengan seketika tanpa menggunakan tinta atau pena, atau untuk mensimulasikan efek dari media tradisional tanpa perlu menuntut banyak ruang.

Pada umumnya komputer dianggap sebagai alat yang sangat diperlukan dalam industri desain grafis. Komputer dan aplikasi perangkat lunak umumnya dipandang, oleh para profesional kreatif, sebagai alat produksi yang lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan metode tradisional. Akan tetapi, beberapa perancang grafis melanjutkan penggunaan alat manual dan tradisional dalam berkarya, seperti misalnya Milton Glaser

Ada perdebatan mengenai apakah komputer meningkatkan proses kreatif dalam desain grafis. Produksi yang cepat dari komputer memungkinkan para perancang grafis untuk mengeksplorasi banyak ide secara cepat dan lebih detail dari yang bisa dicapai dengan kerja goresan tangan atau potong-tempel pada kertas. Akan tetapi, dihadapkan pada pilihan yang tak terbatas semacam ini kadangkala tidak menghasilkan solusi desain yang terbaik dan kadang hanya membuat berputar-putar tanpa hasil yang jelas

Ide-ide baru seringkali datang dengan uji coba pada alat dan metode, baik itu media tradisional maupun digital. Beberapa perancang grafis profesional mengeksplorasi ide menggunakan pensil di atas kertas untuk menghindari keterbatasan komputer, memungkinkan mereka berpikir di luar kotak. Beberapa ide kreatif dari desain grafis diawali serta dikembangkan bahkan sampai mendekati hasil akhir dalam pikiran, sebelum diterapkan baik dengan metode tradisional maupun komputer. Ada juga yang pembentukan visualisasi terbantu dengan penggunaan komputer dengan kemampuan pembuatan gambar yang kompleks dan cepat.

Seorang perancang grafis bisa juga menggunakan sketsa untuk mengeksplorasi ide-ide yang kompleks secara cepat tanpa pecah konsentrasi karena masalah teknis dari perangkat lunak komputer. "Comp" ( istilah dalam desain grafis yang merujuk pada rancangan awal untuk diajukan pada klien, kependekan dari comprehensive layout), buatan tangan seringkali dipakai untuk mendapatkan persetujuan dari sebuah ide desain grafis. Sketsa yang berupa thumbnail atau coretan-coretan rancangan kasar pada kertas bisa juga digunakan untuk menghasilkan ide dalam sebuah proses hybrida (gabungan antara penggunaan komputer dan goresan tangan). Proses hybrida semacam ini khususnya berguna pada pembuatan desain logo di mana masalah teknis dari perangkat lunak seringkali memecahkan konsentrasi. Proses hybrida juga dipakai untuk membebaskan kreativitas seseorang dalam pembuatan layout halaman atau pengembangan image. Seorang perancang grafis tradisional bisa juga mempekerjakan seniman produksi (production artist) yang mahir menggunakan komputer untuk mewujudkan ide dari sketsa yang dibuatnya.

BEBERAPA SOFTWARE DESAIN GRAFIS
Perkembangan software tentunya akan menghasilkan gambar yang mempunyai nilai seni yang tinggi. Hal ini tentunya tidak terlepas dari penggunaan software. Ada beberapa software yang digunakan dalam hal desain grafis antara lain : 1. Adobe Photoshop 2. Adobe Illustrator 3. Adobe After Effect 4. AutoCad 5. Maya 4.5 6. CorelDraw 7. dll Dalam hal ini, untuk menghasilkan suatu gambar yang mempunyai nilai seni tinggi tidak sekedar pengguasaan software itu sendiri tetapi lebih cendrung kepada seni dan kreatifitas serta imajinasi dalam menuangkan ke dalam gambar tersebut


Minggu, 03 Februari 2008

Sekapur Sirih

Assalamualaikum....
Laman ini disediakan untuk berbagi ilmu tentang Graphic Design....
Bagi siapa saja yg memiliki hoby dibidang tersebut silakan bergabung...




Terimakasih...

Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup,
pintu yang lain dibukakan.
Tetapi acapkali kita terpaku terlalu lama pada
pintu yang tertutup sehingga tidak melihat
pintu lain yang dibukakan bagi kita.
 

© 2009 Fresh Template. Powered by Blogger.

Fresh Template by NdyTeeN